Oleh,
Muhammad Rudy H (0706275403)
Ridwan Wibisana (0706275435)
Alfi Fajri (0806459160)
Dwi Laksono (0806338222)
Enggar Cahya F (0806338241)
Gerry Liston (0806338260)
Helmi Dadang A (0806338273)
Iqbal Adi Kumbara (0806338292)
Perencanaan Kapal Curah Sebagai Penunjang Industri Batu Bara di Indonesia
1. Pendahuluan
1.1 Kandungan Batubara di Indonesia
Batubara yang menyusun suatu formasi/lapisan pada awalnya berupa gambut atau akumulasi bahan serupa yang kemudian mengalami pembusukan, melalui proses kompaksi dan panas dalam waktu yang sangat panjang maka gambut akan berubah menjadi batubara. Batubara banyak digunakan untuk bahan bakar, industri semen, PLTU dan dalam jumlah kecil dalam peleburan timah dan nikel.
World Energy Council memperkirakan cadangan batubara dunia terbukti mencapai 847.488 juta ton pada akhir 2007 yang tersebar di lebih dari 50 negara. Berdasarkan kandungan kalorinya, sebesar 50,8% berupa anthracite (kalori sangat tinggi) dan bituminous (kalori tinggi), dan 48,2% berupa sub bituminous (kalori sedang) and lignite (kalori rendah). IEA memperkirakan, dengan tingkat produksi saat ini batubara dunia dapat dieksploitasi setidaknya hingga 133 tahun ke depan, lebih lama dibanding cadangan minyak terbukti dan gas yang diperkirakan hanya dapat dieksploitasi sekitar 42 dan 60 tahun kedepan. Meskipun tersebar di lebih dari 50 negara, sekitar 76,3% cadangan batubara terbukti terkonsentrasi di 5 negara yakni Amerika Serikat (28,6%), Rusia (18,5%), China (13,5%), Australia (9%) dan India (6,7%). Pada 2007 kelima negara ini memberikan kontribusi sebesar 82% terhadap total produksi batubara dunia yang sebesar 5.543 juta ton. Meskipun tersebar di lebih dari 50 negara, sekitar 76,3% cadangan batubara terbukti terkonsentrasi di 5 negara yakni Amerika Serikat (28,6%), Rusia (18,5%), China (13,5%), Australia (9%) dan India (6,7%). Pada 2007 kelima negara ini memberikan kontribusi sebesar 82% terhadap total produksi batubara dunia yang sebesar 5.543 juta ton.
Menurut data World Energy Council, Indonesia memiliki cadangan batubara terbukti sebesar 4,3 miliar ton atau 0,5% dari total cadangan batubara terbukti dunia. Sekitar 83% terdapat di Kalimantan, 13% di Sumatera, dan sisanya di pulau lainnya. Cadangan batubara Indonesia didominasi oleh jenis lignite (kandungan kalori rendah) sebesar 59% dan sub-bituminous (kandungan kalori sedang) sebesar 27%. Sementara jenis bituminous mencapai 14% dan anthracite 0,5%.
Kepala Bidang Informasi Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi menjelaskan bahwa cadangan batubara terbukti akan habis dalam 26,5 tahun jika produksi nasional batubara nasional mencapai 200 juta ton per tahun. Namun jika berdasarkan cadangan terkira yang mencapai 13,411 miliar ton, maka batubara akan habis dalam 67 tahun. Apabila dihitung berdasarkan sumber daya batubara Indonesia yang mencapai 90,452 miliar ton, maka batubara akan habis 452 tahun.
Data dari Dirjen Migas pada tahun 2006 yang menjelaskan sumber daya energi geologi berdasarkan provinsi dan kualitas batubara di Indonesia
Cadangan merupakan potensi batubara yang sudah dilakukan studi kelayakan, dengan kata lain apabila sumber daya yang ada dilakukan studi kelayakan maka akan masuk ke dalam cadangan. Sedangkan potensi sumber daya batubara berlokasi di Jawa 14 juta ton, Sumatera 53,824 miliar ton, Kalimantan 36,225 miliar ton, Sulawesi 233 juta ton, Maluku 213 juta ton, dan Papua 153 juta ton.
1.2 Konsumsi Batubara di Indonesia
Dalam beberapa tahun terakhir, batubara telah memainkan peran yang cukup penting bagi perekonomian Indonesia. Sektor ini memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap penerimaan negara yang jumlahnya meningkat setiap tahun. Pada 2004 misalnya, penerimaan negara dari sektor batubara ini mencapai Rp 2,57 triliun, pada 2007 telah meningkat menjadi Rp 8,7 triliun, dan diperkirakan mencapai Rp 10,2 triliun pada 2008 dan lebih dari Rp 20 triliun pada 2009. Sementara itu, perannya sebagai sumber energi pembangkit juga semakin besar. Saat ini sekitar 71,1% dari konsumsi batubara domestik diserap oleh pembangkit listrik, 17% untuk industri semen dan 10,1% untuk industri tekstil dan kertas.
Produksi batubara Indonesia mencapai 215 juta ton pada 2008, meningkat 90,3% dibanding 2003. Peningkatan produksi 2008 didorong oleh meningkatnya impor batubara oleh China menjadi 3 kali lipat atau 14,5 juta ton pasca pemangkasan impor batubara dari Australia sebanyak 34% karena aturan pengiriman barang dengan kapal angkut yang lebih ketat. Sebagian besar produksi batubara Indonesia diekspor ke luar negeri. Pada 2007, dari total produksi 215 juta ton, hanya 45,3 juta ton (21%) yang dikonsumsi di dalam negeri, sedangkan 171 juta ton (79%) diekspor ke berbagai negara terutama Jepang, Taiwan dan China.
1.3 Ekspor Batubara Indonesia ke Luar Negeri
Indonesia memiliki peran yang penting sebagai pemasok batubara dunia. Menurut World Coal Institute, sejak 2004 Indonesia telah menjadi eksportir batubara kedua terbesar setelah Australia dengan kontribusi 26% terhadap total ekspor pada 2007, dan merupakan eksportir batubara thermal (ketel uap) terbesar dunia dengan total ekspor 171 juta ton pada 2007. Ekspor batubara Indonesia ditujukan ke berbagai negara khususnya negara-negara di Asia seperti Jepang, China, Taiwan, India, Korea Selatan, Hongkong, Malaysia, Thailand dan Filipina. Negara tujuan ekspor lainnya adalah Eropa seperti Belanda, Jerman dan Inggris, serta negara-negara di Amerika. Importir terbesar batubara Indonesia adalah Jepang (22,8%), dan Taiwan (13,7%). Berikutnya adalah India dan Korea Selatan yang diperkirakan mencapai 28%.
Produksi batubara nasional terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Pada tahun 1992 tercatat sebesar 22,951 juta ton, naik menjadi 151,594 juta ton pada tahun 2005, atau naik ratarata 15,68 % per tahun. Jika diasumsikan proyeksi untuk tahun-tahun mendatang mengikuti kecenderungan (trend) tersebut di atas, maka kondisi pada tahun 2025, produksi akan meningkat menjadi sekitar 628 juta ton. Dari sisi konsumsi, hingga saat ini segmen pasar batubara di dalam negeri meliputi PLTU, industri semen, industri menengah hingga industri kecil dan rumahtangga. Dalam kurun waktu 1998-2005, konsumsi batubara di dalam negeri berkembang 13,29%. Kondisi saat ini (2005) konsumsi batubara tercatat 35,342 juta ton, di antaranya, 71,11% dikonsumsi PLTU, 16,84% dikonsumsi industri semen, dan 6,43% dikonsimsi industri kertas. Dari karakteristik tersebut dan adanya rencana pemanfaatan batubara melalui pengembangan teknologi UBC, gasifikasi, dan pencairan, maka diproyeksikan pada tahun 2025 kebutuhan batubara dalam negeri akan mencapai sekitar 191,130 juta ton. Sedangkan dari trend ekspor batubara yang peningkatannya sangat signifikan sekitar 16,00% pertahun, maka pada tahun 2025 diproyeksikan akan mencapai 438 juta ton.
Peluang Indonesia untuk meningkatkan perannya sebagai eksportir batubara sangat terbuka. Ini mengingat hal-hal sebagai berikut.
· Pertama, masih relatif besarnya potensi cadangan batubara di Indonesia, semantara tingkat eksploitasi masih relatif rendah. Direktorat Energi dan Sumberdaya Mineral memperkirakan potensi batubara Indonesia mencapai 90 miliar ton lebih. Sedangkan cadangan terbukti mencapai 5,3 miliar ton (World Coal Institute mencatat cadangan terbukti batubara Indonesia sedikit lebih rendah yakni 4,3 miliar ton pada 2007). Sementara tingkat produksi batubara Indonesia baru mencapai rata-rata sekitar 200 juta ton per tahun.
· Kedua, Indonesia merupakan eksportir batubara thermal/ketel uap (Thermal coal atau steam coal banyak digunakan untuk bahan baker pembangkit listrik, pembakaran umum seperti pada industri bata atau genteng dan industri semen) terbesar dunia dengan total ekspor 171 juta ton pada 2007. Dengan demikian Indonesia telah memiliki pangsa pasar yang cukup luas di pasar global khususnya untuk batubara thermal. Saat ini pasar utama batubara Indonesia adalah Jepang dengan total ekspor 3,3 juta ton pada 2006. Adanya kerjasama Economic Partnership Agreement dengan Jepang akan semakin memperkokoh posisi Indonesia sebagai pemasok batubara Jepang.
· Ketiga, Semakin menurunnya peran China, Australia dan Afrika Selatan sebagai pemasok batubara akan semakin memperbesar peluang Indonesia untuk meningkatkan penetrasi pasarnya di pasar internasional.
· Keempat, meningkatnya permintaan China dan India dalam beberapa tahun kedepan memberi peluang yang lebih besar bagi Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasarnya di kedua negara tersebut yang saat ini merupakan buyer baru bagi Indonesia. Apalagi dengan bergesernya posisi China sebagai net importir batubara dengan volume permintaan (impor) yang cenderung meningkat akan memberi peluang semakin besar bagi Indonesia untuk mengambil alih pangsa pasar ekspor China sekaligus meningkatkan pangsa pasar Indonesia ke China.
1.4 Kebutuhan Batubara Cina dari Indonesia
Pasar batubara terbesar adalah Asia yang mengkonsumsi sekitar 54% dari konsumsi batubara dunia. Tingginya konsumsi batubara negara-negara Asia menyebabkan impor batubara terbesar berasal dari negara-negara Asia, seperti Jepang, Korea, China Taipei, India dan China. IEA memproyeksikan permintaan energi dunia akan meningkat sebesar 45% selama periode 2006-2030. Batubara akan menduduki posisi kedua terpenting sebagai pemasok sumber energi setelah minyak dan mengalami peningkatan permintaan hingga tiga kali lipat pada 2030. Sebesar 97% pemakaian batubara akan berasal dari negara negara non OECD (Organization For Economic Cooperation and Development) dimana dua pertiganya dikonsumsi oleh China. Meningkatnya peran batubara sebagai sumber energi sejalan dengan meningkatnya permintaan pembangunan pembangkit listrik di sejumlah kawasan yang didorong oleh pertumbuhan ekonomi dan pendapatan.
Peran China sebagai negara pengekspor batubara mengalami penurunan yang cukup signifikan yakni dari 94 juta ton pada 2003 menjadi hanya 54 juta ton pada 2007 yang disebabkan meningkat tajamnya kebutuhan batubara domestik China.
Pada tahun 2010, batubara atau kelompok bahan bakar mineral menjadi jawara ekspor Indonesia ke China. Setidaknya kelompok bahan bakar mineral dari alam Indonesia itu menyumbang pangsa pasar ekspor sebesar 47,5% dari total ekspor non migas Indonesia selama dua bulan paska berlakunya Asean China Free Trade Agreement (ACFTA). Dalam catatan ekspor Januari dan Februiari 2010 dari Kementerian Perdagangan, ekspor batu bara yang tergabung dalam kelompok bahan bakar mineral tersebut tumbuh 227,2% dengan nilai mencapai US$ 1,018 miliar. Nilai ekspor itu tumbuh dibandingkan nilai ekspor waktu yang sama tahun 2009 nilainya baru senilai US$ 311,2 juta. HaI ini membuktikan kalau ekspor Indonesia ke China itu masih dominan dalam bentuk bahan baku dari alam.
Vice Minister of Publicity Department of Communist Party of China (CPC) Central Committee Shen Wei Chen mengatakan dalam Kongres Rakyat China bahwa pemerintah merubahan pola ekonomi dimana Pemerintah China berkomitmen untuk lebih menggenjot pemenuhan kebutuhan dalam negeri dibandingkan dengan ekspor produk Negeri Tirai Bambu.
Impor produk yang akan ditingkatkan yaitu batu bara dari Indonesia untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan pabrik yang memiliki pembangkit listrik sendiri terkait pemenuhan energi untuk produksi. Hal ini didorong ngan perjanjian perdagangan bebas Asean-China (ACFTA) dimana Indonesia masih mengekspor bahan baku seperti Indonesia. Pasar ekspor batubara di Cina di dukung dengan kebijakan Pemerintah Cina yang membatasi batu baranya dan memprioritaskan memenuhi kebutuhan domestic, peluang Indonesia melakukan penetrasi pasar ekspor sangat terbuka.
2. Penentuan Rute Kapal
Kapal berfungsi penghubung dari daerah satu ke daerah lain, perbedaan dengan transportasi yang lain adalah kapal dapat membawa muatan secara banyak dalam sekali perjalanan. Selain muatan kapal dan berat kapal sendiri terdapat variable yang juga penting dan menjadi kunci dalam perjalanan yaitu bahan bakar dan peralatan awak kapal. Untuk itu diperlukan penentuan rencana tujuan kapal agar dapat diwejawantahkan dalam bentuk kapal. Adapun hal yang perlu di ketahui meliputi Pelabuhan Tujuan, Jarak, Waktu Pelayaran, Konsumsi bahan bakar. Penentuan tujan kapal adalah membawa muatan berupa batubara dari Kalimantan ke Cina. Sehingga perlu menentukan pelabuhan di wilayah tersebut.
2.1. Rute Kapal
· Pelabuhan Kutai Timur, Kalimantan Timur
Dasar alasan dipilihnya pelabuhan Kutai Timur karena cadangan batubara di Kalimantan terpusat di provinsi Kalimantan Timur, dengan jarak transportasi tidak terlalu jauh sehingga dapat memperkecil nilai logistic cost. Pelabuhan Kutai Timur adalah pelabuhan khusus batu bara terbesar di Indonesia. khusus batu bara maksudnya perlatan di pelabutan tersebut dapat mendukung kegiatan loading dan unloading batu bara di kapal maupun di pelabuhan.
· Pelabuhan Shanghai, China
Pelabuhan Shanghai merupakan pelabuhan terbesar di China sehingga pertimbangan dari sektor ekonomi sangat menguntungkan. Pelabuhan ini sebagai penghubung penting sungai Yangtze dan menjadi palang pintu perdagangan luar negeri. Pelabuhan ini dapat membangun daerah Yangtze, Anhui, Jiangsu, Zhejiang, Henan dimana daerah tersebut padat penduduk, pusat industry kuat dan besar dan pengembangan sektor agricultural. Sebagai palang pintu dengan daerah-daerah tersebut yang menjadi pusat industry, maka membutuhkan batubara yang cukup banyak untuk menghasilakan listrik. Meskipun cadangan batubara di negeri panda tersebut termasuk terbesar didunia namun karena demand mereka cukup besar otomatis mendorong pemerintah China untuk impor batu bara dari Indonesia.
Pelabuhan ini pembunyai draft yang dalam dibanding pelabuhan di Indonesia, sehingga hampir dari jenis kapal dapat bersandar di pelabuhan ini bahkan mega kontainer sekalipun. Selain itu, Pelabuhan Shanghai adalah pelabuhan tersibuk dalam segi kontainer seperti Pelabuhan Singapura.
Dari peta gelombang dibawah ini dapat disimpulkan situasi gelombang yang dilalui kapal secara umum dapat dibilang kecil, yaitu sekitar 15-5 kW/m. Besaran gelombang ini sangat berpengaruh dengan ekonomi kapal karena gelombang yang diterjang kapal dapat mempengaruhi hambatan. Hambatan kapal sangat identik dengan konsumsi bahan bakar.
Besaran Gelombang (Garis hitam adalah rute berlayar kapal yang akan dibangun)
Keuntungan dari rute ini adalah temperatur yang tropis, dengan temperatur yang tinggi membuat viskositas semakin kecil atau membuat air semakin encer. Viskositas air mempengaruhi hambatan yang berkaitan dengan konsumsi bahan bakar kapal.
2.2. Jarak dan Waktu Pelayaran
Untuk penentuan jarak pelayaran dapat dicari dari literatur. Dari website www.heppyzebra.com didapatkan jarak antara Kalimantan Timur ke Shanghai adalah 2395 sea-miles atau sekitar 4435 km. Lama perjalanan kapal dari Kalimantan ke China yaitu dengan cara membagi jarak dengan kecepatan, yaitu didapat sekitar 7 hari.
2.4. Konsumsi Bahan Bakar
Jadi konsumsi bahan bakar kapal untuk sekali jalan adalah 481,87 ton
3. Peraturan Terkait Kapal Curah
Peraturan yang dijelaskan dibawah ini adalah peraturan yang khusus hanya diaplikasikan di dalam kapal curah, karena hampir seluruh peraturan berlaku untuk semua kapal khususnya kapal kerja dan kapal niaga.
Bulk Carier Rule | Reference | |
International Tonnage Certificate (1969) | An International Tonnage Certificate (1969) shall be issued to every ship, the gross and net tonnage of which have been determined in accordance with the Convention. | |
International Load Line Certificate | An International Load Line Certificate shall be issued under the provisions of the International Convention on Load Lines, 1966, to every ship which has been surveyed and marked in accordance with the Convention or the Convention as modified by the 1988 LL Protocol, as appropriate. | |
International Load Line Exemption Certificate | An International Load Line Exemption Certificate shall be issued to any ship to which an exemption has been granted under and in accordance with article 6 of the Load Line Convention or the Convention as modified by the 1988 LL Protocol, as appropriate. | |
Damage control booklets | On passenger and cargo ships, there shall be permanently exhibited plans showing clearly for each deck and hold the boundaries of the watertight compartments, the openings therein with the means of closure and position of any controls thereof, and the arrangements for the correction of any list due to flooding. Booklets containing the aforementioned information shall be made available to the officers of the ship. | SOLAS 1974, regs. II-1/23, 23-1, 25-8 |
Minimum safe manning document | Every ship to which chapter I of the Convention applies shall be provided with an appropriate safe manning document or equivalent issued by the Administration as evidence of the minimum safe manning. | |
Certificates for masters, officers or ratings | STCW 1978 (1995 amdts.), art. VI, reg. I/2; | |
International Oil Pollution Prevention Certificate |
Oil Record Book | Every oil tanker of 150 gross tonnage and above and every ship of 400 gross tonnage and above other than an oil tanker shall be provided with an Oil Record Book, Part I (Machinery space operations). Every oil tanker of 150 gross tonnage and above shall also be provided with an Oil Record Book, Part II (Cargo/ballast operations). | |
Shipboard Oil Pollution Emergency Plan | Every oil tanker of 150 gross tonnage and above and every ship other than an oil tanker of 400 gross tonnage and above shall carry on board a Shipboard Oil Pollution Emergency Plan approved by the Administration. | |
Garbage Management Plan | Every ship of 400 gross tonnage and above and every ship which is certified to carry 15 persons or more shall carry a garbage management plan which the crew shall follow. | |
Garbage Record Book | Every ship of 400 gross tonnage and above and every ship which is certified to carry 15 persons or more engaged in voyages to ports or offshore terminals under the jurisdiction of other Parties to the Convention and every fixed and floating platform engaged in exploration and exploitation of the seabed shall be provided with a Garbage Record Book. |
Cargo Securing Manual | Cargo units, including containers, shall be loaded, stowed and secured throughout the voyage in accordance with the Cargo Securing Manual approved by the Administration. The Cargo Securing Manual is required on all types of ships engaged in the carriage of all cargoes other than solid and liquid bulk cargoes, which shall be drawn up to a standard at least equivalent to the guidelines developed by the Organization. | @SOLAS 1974, regs. VI/5, VII/6;@MSC/Circ.745 |
Document of Compliance | A document of compliance shall be issued to every company which complies with the requirements of the ISM Code. A copy of the document shall be kept on board. | |
Safety Management Certificate | A Safety Management Certificate shall be issued to every ship by the Administration or an organization recognized by the Administration. The Administration or an organization recognized by it shall, before issuing the Safety Management Certificate, verify that the company and its shipboard management operate in accordance with the approved safety management system. |
SOLAS Chapter XII - Additional Safety Measures for Bulk Carriers XII
- Semua kapal curah baru 150 meter atau lebih panjang (dibangun setelah 1 Juli 1999) kargo membawa dengan kepadatan 1.000 kg/m3 dan di atas harus memiliki kekuatan yang cukup untuk menahan banjir dari kargo satu, dengan mempertimbangkan dinamis efek yang dihasilkan dari adanya air di dalam palka dan mempertimbangkan rekomendasi diadopsi oleh IMO.
- Untuk kapal yang ada (dibangun sebelum 1 Juli 1999) tercatat kargo curah dengan kepadatan 1.780 kg/m3 dan atas, sekat kedap air melintang antara dua kargo terkemuka memegang dan bagian bawah ganda dari kargo terkemuka harus memiliki kekuatan yang cukup untuk menahan banjir dan efek dinamis terkait di kargo terkemuka.
- Kargo dengan kepadatan 1.780 kg/m3 dan atas (kargo berat mencakup bijih besi, pigiron, baja, bauksit dan semen, tetapi dengan kepadatan lebih dari 1.000 kg/m3, termasuk biji-bijian seperti gandum dan beras, dan kayu.
- Bulk carrier yang 20 tahun dan lebih dari 1 Juli 1999 harus memenuhi dengan tanggal survei antara atau periodik pertama setelah tanggal tersebut, mana yang lebih cepat.
- Bulk carrier berusia 15-20 tahun harus memenuhi oleh survei berkala pertama setelah 1 Juli 1999, tetapi tidak lebih dari 1 Juli 2002.
- Bulk pembawa kurang dari 15 tahun harus memenuhi dengan tanggal survei berkala pertama setelah kapal mencapai 15 tahun, tetapi tidak lebih dari tanggal kapal mencapai 17 tahun.
· Sejak Desember 2004 Panamax dan bulkers Capesize telah diminta untuk membawa sekoci jatuh bebas yang terletak di buritan, belakang rumah pengaturan ini memungkinkan para kru untuk meninggalkan kapal cepat dalam kasus darurat bencana. Salah satu argument terhadap penggunaan sekoci jatuh bebas adalah bahwa pengungsi membutuhkan jatuh secara aman misalnya penjaminan sabuk pengaman.
· Pada bulan Desember 2002, Bab XII dari konvensi SOLAS diubah menjadi memerlukan instalasi alarm air tingkat tinggi dan sistem monitoring pada semuabulkers. Ini mengukur keamanan cepat alert standers menonton di jembatan dan diruang mesin dalam kasus banjir di memegang Dalam kasus bencana banjir.,detektor dapat mempercepat proses meninggalkan kapal.
· Peraturan mengenai hatch cover telah berevolusi sejak penyelidikan menyusul hilangnya Derbyshire MV The Load Line 1966 Konferensi dikenakan. Syarat hatchcover meliputi mampu menahan beban 1,74 ton / m² karena air laut, dan minimum scantling penunjang dari 6 mm untuk puncak hatch cover. International Association of Classification Societies kemudian meningkatkan standar ini kekuatan dengan menciptakan perusahaan Unified Kebutuhan S21 pada tahun 1998. Pernyataan ini mensyaratkan bahwa tekanan karena air laut dapat
dihitung sebagai fungsi dari freeboard dan kecepatan, terutama untuk hatch
meliputi terletak di bagian depan kapal.
Penjelasan gambar Solas Chapter XII
4. Perencanaan Kapal
4.1. Penentuan Dimensi Kapal
Perencaan kapal sangat berpengaruh pada perekonomian dari perusahaan pelayaran. Hal ini karena berkaitan pada demand dan supply jasa kapal sehingga mempengaruhi BEP (break even point) bahkan untung-rugi kapal.
Untuk penentuan ukuran diperlukan analisis muatan dan kompetitor. Dari data yang telah dijabarkan sebelumnya mengenai ekspor batubara Indonesia dan negara pengimpor batubara, seperti China. Didapatkan Indonesia mengekspor sebesar 202 juta ton dan China mengimpor sebesar 69 juta ton, dimana besaran ini makin bertambah ketika dibuka perdagangan bebas di Asean.
Sedangkan untuk kapal kompetitor yang telah beroperasi di transportasi batu bara menggunakan referensi data BKI (Badan Klasifikasi Indonesia), karena sesuai statunori rule di Indonesia bahwa kapal yang berlayar di nusantara harus diklaskan oleh BKI.
Dari data-data diatas maka pembangunan kapal akan direncanakan dengan spesifikasi ukuran dan mesin sebagai berikut.
4.2. Prediksi Perusahaan Pengguna Jasa Bulk Carier
Perusahaan tambang batubara yang membutuhkan jasa transportasi kapal curah :
· PT. Agung Wahana Ekspressindo
· PT. Prima Multi Energy
· PT. Rencotama
· PT. Niaga Lintas Buana
· Borneo Energy Pratama
4.3. Perlengkapan Khusus penunjang Kapal Curah
Cargo Gear adalah alat untuk loading dan unloading muatan berupa curah dan kontainer. Peralatan ini tergolong sangat berat dan membutuhkan kontruksi khusus agar tidak merusak kekuatan memanjang kapal. Namun dengan pertimbangan peralatan di kedua pelabuahan yaitu Kutai Timur dan Shanghai yang cukup lengkap, maka pada perencanaan kapal tidak diperlukan cargo gear. Hal ini didasair juga pada muatan kapal yang dapat menampung lebih banyak saat tidak menggunakan cargo gear.
4.4. Sistem Pemesanan Kapal
Sistem yang akan diterapkan adalah sistem open tander, karena dengan sistem ini akan didapatkan harga yang kompetitif dan produk yang terbaik. Dalam rencana pembuatan akan dipilih salah satu konsultan yang cukup kompeten, sehingga dapat membuat gambar dan menjadi pengawas pembuatan kapal. Badan Klasifikasi yang akan digunakan adalah ganda yaitu dari BKI, karena peraturan dari pemerintah yang mewajibkan kapal berklass dari BKI dan Llyod Register karena mempunyai jam terbang yang sangat tinggi.
5. Galangan Pembuat kapal Curah
Galangan yang akan membuat kapal bulk carrier dengan kapasitas 61190 DWT ini adalah PT PAL.Alasan memilih PT. PAL :
1. Membantu mengembangkan galangan dalam negeri dengan memesan kapal pada galangan di Indonesia
2. Satu – satunya galangan yang mampu membuat kapal bulk carrier dengan kapasitas diatas 50.000 DWT
3. Tenaga Weldernya yang cukup diakui dan bersertifikat. Karena dengan baiknya kualitas pengelasan, pengetahuan pengelasan, maka keawetan dari kapal pun bisa lebih lama.
4. PT Pal telah menerapkan Trimbon Ship Building System, untuk mempercepat dan meningkatkan kemampuan pembuatan design kapal.
5. Didukung fasilitas yang cukup lengkap.
a) Work Shop Shipbuilding Facilities Merchantship
b) Work Shop Fabrications and Assembly
c) Outfitting Workshop
d) Graving Dock 50.000 DWT
e) Side End Launching
6. Sistem Persewaan Kapal Curah
6.1 Jenis Kontrak yang Digunakan
Di dalam usaha pelayaran, terdapat empat macam jenis kontrak yang biasa digunakan. Masing – masing jenis kontrak tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk itu perlu dilakukan analisa yang disertai dengan praktik langsung agar diperoleh keuntungan maksimal. Jenis kontrak atau pencharteran yang dipilih harus disesuaikan dengan kebutuhan dan pemilihan yang paling menguntun gkan bagi kedua belah pihak baik itu pencharter ataupun owner . Secara umum ada 4 jenis sistem persewaan, antara lain
ü Voyage Charter
Sewa kapal berdasarkan perjalanan (voyage charterparty) adalah suatu kontrak untuk mengangkut barang-barang tertentu dalam suatu perjalanan (voyage) yang sudah ditentukan atau dalam serangkaian perjalanan. Seperti halnya sewa kapal berdasarkan waktu, pemilik kapal tetap mempertahankan hak kepemilikan atas kapal dan mempekerjakan nahkoda dan awak kapal.
ü Time Charter
Sewa kapal berdasarkan jangka waktu (time charterparty) adalah suatu kontrak berdasarkan mana nahkoda dan awak kapal menjalankan pekerjaannya untuk suatu jangka waktu tertentu sebagai imbal balik dari pembayaran sewa. Berdasarkan suatu time charterparty, pemilik kapal tetap mempertahankan hak kepemilikan atas kapal dan nahkoda serta awak kapal dipekerjakan oleh pemilik kapal tersebut. Akan tetapi, pihak yang menyewa berhak untuk menentukan bagaimana kapal akan digunakan asalkan penggunaan itu masih dalam batas-batas yang telah disetujui di dalam perjanjian. Dalam time charterparty, risiko keterlambatan ada pada pihak yang menyewa. Sewa kapal biasanya mengatur kejadian-kejadian tertentu yang terjadinya salah satu kejadian itu akan menyebabkan sewa kapal berakhir, yaitu pihak yang menyewa tidak lagi bertanggung jawab atas sewa kapal selama jangka waktu itu. Kejadian-kejadian tersebut termasuk kerusakan mesin kapal, tidak cukupnya awak kapal, mogok, dan lain-lain.
ü Bareboat Charter
Sewa kapal berdasarkan demise (Bareboat charterparty) adalah kontrak untuk menyewa kapal sebagai chattel. Pihak yang menyewa menjadi pemilik kapal untuk sementara waktu dalam segala hal (kecuali terhadap pemilik kapalnya). Nahkoda dan awak kapal adalah karyawannya. Untuk menentukan apakah suatu sewa kapal adalah suatu demise charterparty, hal ini merupakan masalah penafsiran yang ditentukan dengan merujuk pada ketentuan-ketentuan sewa kapal. Indikasi penting lainnya adalah apakah nahkoda (master) adalah karyawan pemilik kapal atau pihak yang menyewa. Pihak yang menyewa mempunyai hak penguasaan atas kapal.
ü Consecutive Voyage Charter/Contract of Affreigment (COA)
Sistem pencharteran dimana penyewaan kapal untuk beberapa pelayaran secara berturut – turut
ü Liner Charter
Merupakan system pencharteran berdasarkan rute, tujuan dan arah angin. Liner charter berpengaruh pada komoditas atau barang apa yang akan diangkut. Dalam system charter ini dihitung per container. Semua biaya mulai dari capital cost, operational cost dan voyage cost ditanggung oleh pemilik kapal. Contohnya pada transportasi laut untuk penumpang dari Pelni.
Jenis-Jenis Persewaan Kapal
Untuk keperluan pengangkutan batubara dari Kutai Timur, Kalimantan Timur menuju China kali ini, digunakan system sewa berdasarkan perjalanan (voyage charterparty). Dipilihnya system sewa ini didasarkan pada kebutuhan penyewa yang melakukan pengangkutan batubara dengan rute perjalanan yang sama secara continu. Perjalanan antara Kalimantan Timur menuju China diperrkirakan memakan waktu tujuh hari.
Dengan menggunakan system sewa ini, cost yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat di tekan, karena tarif sewa kapal curah (bulk carrier) batu bara jenis supramax berkapasitas angkut 50.000 dead weight tonnage (DWT) berkisar US$150,000 per perjalanan dari Kalimanatan ke China. Biaya tersebut sudah termasuk biaya bunker (bahan bakar), biaya pelabuhan, bongkar-muat, dan lain-lain. Biaya tersebut bisa dikatakan lebih mahal ketimbang Time Charter, tapi jika melihat dari segi keamanan, perawantan kapal dan kemungkinan-kemungkinan yang lain, seperti cuaca buruk atau keterlambatan dalam hal bongkar-muat, maka voyage charter bisa dikatakan sebagai system sewa yang paling cocok saat ini.
Di dalam time charter, pen-charter bertanggungjawab atas segala kerugian-kerugian yang disebabkan oleh nakhoda beserta officer-officernya atau agen yang menandatangani Bill of Lading atau dokumen lain yang menyertai order tersebut (dari pen-charter), termasuk adanya ketidak sesuaian dokumen-dokumen kapal dan hal-hal yang berkenaan dengan barang yang berlebihan diangkut. Maka dengan ini dapat dipastikan bahwa pemilihan system sewa secara Voyage Cahrter bisa dianggap sebagai hal yang tepat mengingat segala kemungkinan kerugian, keterlambatan, dan ketidak sesuaian yang terjadi pada saat kapal di sewa.
Perbandingan biaya sewa kapal dan angkut barang dari Kalimantan ke China (Waktu tempuh 7 Hari Perjalanan) | |||
Pembanding | Voyage Charter | Time Charter | |
Perhitungan Biaya | Berdasarkan Perjalanan | Berdasarkan Waktu | |
Biaya Sewa | US$150,000 dari Kalimantan ke China | US$18,000 per hari | |
Bunker, Port, dan lain-lain | di tanggung owner | di tanggung pencharter | |
Biaya Bunker, Port, Bangkar-muat, dan lain-lain | - | ± US$22,000 | |
Total biaya | US$150,000 | US$148,000 |
6.2. Dokumen Sewa
Dalam melakukan proses sewa kapal. Di perlukan suatu dokumen sebagai tanda bukti sewa yang disetujui dan ditandatangani oleh pemilik kapal atau oleh nahkoda atau seorang agen atas nama pemilik kapal yang menyatakan bahwa barang-barang tertentu yang disebutkan telah dikirimkan dengan kapal tertentu dan menyatakan pula ketentuan-ketentuan pengangkutan barang oleh kapal. Dokumen terseut disebut Bill of Ladding. Bill of lading mempunyai 3 (tiga) fungsi, yaitu:
1. Bill of lading sebagai Bukti Kontrak (Bukti Sewa)
Bill of lading adalah bukti kontrak pengangkutan tergantung pada apakah pihak yang menyewa yang memegang bill of lading tersebut. Apabila barang-barang diangkut dengan kapal oleh pihak yang menyewa, bill of lading tidak menggantikan sewa kapal untuk keperluan mengatur hubungan kontraktual antara pemilik kapal dan pihak yang menyewa.
2. Bill of Lading sebagai Tanda Terima
Bill of lading berfungsi pula sebagai pengakuan penerimaan barang-barang yang disebutkan di dalamnya oleh pengangkut. Bill of lading biasanya berisi bermacam-macam pernyataan (representations) tentang jumlah dan keadaan barang. Apabila bill of lading dibuat dengan adanya unsur penipuan atau kelalaian, pernyataan tersebut dapat dijadikan dasar tindakan oleh pihak ketiga (yang mengalami kerugian karena mengandalkan diri pada bill of lading itu) atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pengangkut, khususnya pihak penerima barang (consignees) yang menerima dan membayar dokumen pelayaran dalam keadaan yang apabila fakta sebenarnya telah diungkapkan, penerima barang akan telah menolaknya.
3. Bill of Lading sebagai Dokumen Kepemilikan
Bill of lading sering kali digambarkan sebagai dokumen kepemilikan yang memberikan kesempatan kepada pemilik barang untuk menerima kredit dalam penjualan internasional. Akan tetapi, penting untuk dicatat bahwa bill of lading dapat dianggap sebagai dokumen kepemilikan hanya apabila ia adalah bill of lading ‘perintah’ (an ‘order’ bill) yang berdasarkan itu, pengangkut barang setuju untuk menyerahkan barang di pelabuhan yang dituju kepada pihak yang dituju atau pihak yang ditunjuk atau penggantinya. Bill of lading yang bersifat langsung dan untuk pengiriman (straight, consigned bill of lading) bukanlah dokumen kepemilikan walaupun ia harus ditunjukkan sebelum pengangkut dapat menyerahkan barang-barang yang diangkutnya.
BL sebagai bukti kepemilikan barang diaplikasikan terhadap penunjukan nama Consignee pada BL, siapa Consignee-nya dialah pemilik barang tersebut, sehingga untuk peralihan kepemilikan barang dibutuhkan persetujuan dari Consignee-nya dengan cara mengendorse bagian belakang BL. Oleh karena sangat memungkinkan terjadinya pemindahan kepemilikan, bahkan bisa berkali-kali, BL menjadi suatu dokumen yang dapat diperdagangkan atau NEGOTIABLE Transport Documents.
Dalam Consignee ada juga terminology TO ORDER atau TO ORDER OF XXX, yang tujuannya untuk membedakan fungsi kepemilikan barang tersebut. Hal ini tidak ada hubungannya dengan Notify Party atau pihak yang diberitahu tentang kedatangan dan kondisi barang. Notify party tidak memiliki hak akan kepemilikan barang.
Pada TO ORDER, kepemilikan barang menjadi bebas, barang dimiliki oleh siapa saja yang membawa BL tersebut karena tidak ada pencantuman nama Consignee sebagai pemilik barang pada BL tersebut, shingga BL bentuk ini merupakan BL yang dapat dipindahtangankan tidak dengan endorsement/tidak dibutuhkan endorsement. BL ini Lebih simple tapi jauh lebih beresiko.
Pada TO ORDER OF XXX, BL berfungsi sebagai Negotiable Documents, yaitu dokumen yang bisa dipindahtangankan atau dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain dengan persetujuan pihak Consignee yang tercantum di BL, dengan cara endorsement oleh XXX ditujukan kepada pemilik baru.
Biasanya pada transaksi impor yang menggunakan LC, Issuing Bank selalu meminta Consignee-nya To the order of Issuing Bank, untuk control kepemilikan barang, yang nantinya pada saat importer hendak mengambil barang, importer harus meminta endorsement Issuing Bank untuk memperoleh DO pengambilan barang.
6.3. Freight Rate
Biaya angkut batubara di Indonesia dalam 4 bulan terakhir cenderung melemah 5%-8%, menyusul banyaknya kapal tongkang yang menganggur akibat tersendatnya pemuatan barang. Ketua Bidang Angkutan Tongkang Dewan Pengurus Pusat Indonesia National Shipowners Association (INSA), Teddy Yusaldi mengatakan ongkos angkut batubata pada pasar ritel turun karena muatan dari sentra produksi berkurang. Sedangkan ongkos angkut kapal milik perusahaan pelayaran dengan kontrak jangka pendek ataupun jangka panjang stabil meskipun kegiatan pemuatan terganggu oleh curah hujan yang tinggi terutama di Kalimantan dan Palembang. Ongkos angkut batubara jalur pelayaran Kalimantan ke PLTU Suralaya, Banten, awal tahun mencapai Rp 120.000/ton. Kini menjadi Rp 110.000/ton. Selain itu, turut mempengaruhi anjloknya ongkos angkut batubara dan harga komoditas di pasar internasional. Pada 23 April 2010 harga kontrak batubara Newcastle ICE Futures untuk pengiriman Mei 2010 naik 2.82% menjadi US$105,8/ton. 85% kebutuhan batubara di dalam negeri berasal dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), sisanya 10% bersumber dari industri semen nasional dan 5% ritel. (Bisnis Indonesia, 7 Mei 2010)
Aspek Operasional
Mengacu pada Keputusan Menteri Perhubungan No.55 tahun 2002 tentang Pengelolaan Pelabuhan Khusus, pelabuhan khusus adalah pelabuhan yang dikelola, dimanfaatkan dan digunakan untuk keperluan khusus seperti pelabuhan Minyak & Gas Bumi, pelabuhan Minyak Kelapa Sawit, pelabuhan Batubara, dsb. Dan tidak bisa di pergunakan untuk keperluan komersial (www.migas-indonesia.com tgl.08-06-2007). Untuk pelabuhan khusus, maka pihak swasta dapat mengoperasikan pelsus tersebut (independently) dalam rangka menunjang kegiatan usahanya. Misalnya perusahaan tambang batu bara, maka dia bisa mengelola pelabuhan khusus dalam rangka mengangkut batu bara tersebut atau barang lain yang berhubungan dengan kegiatan usahanya.
Untuk pasar Asia saja, besaran pasar angkutan laut batu bara internasional Indonesia diperkirakan sekitar 233,8 miliar ton-mil, belum termasuk operasi balik (ballast-voyage) dengan kebanyakan menggunakan kapal tipe bulk-carrier Handymax dengan kapasitas 40,000-50,000 deadweight-ton (DWT) per satuan pengapalannya (shipment). Dengan asumsi charter-rate satu tahun rata-rata dunia (khususnya untuk tipe kapal handymax) pada tahun 2006 sekitar US$ 0,002-0,003 per ton-mil, nilai pasar angkutan (charter) kapal bulk-carrier dari Indonesia diperkirakan sekitar 780 juta atau kurang lebih 6,7 triliun rupiah (www.sinarharapan.co.id tgl.03-05-2007).
Pelabuhan batubara harus memiliki dokumen analisis mengenai dampak lingkungan, memperoleh rekomendasi dari Gubernur dan izin operasi dari Menteri Perhubungan (www.kompas-cetak.com tgl.16-05-2007). Kabid Perhubungan Laut Dinas Perhubungan Kotabaru, Densi Lumembang menjelaskan untuk memiliki izin pelsus ada beberapa tahapan yang harus dilaksanakan (www.apbi-icma.com tgl.25-09-2008). Pertama, harus memiliki izin lokasi. Jika pelsus lokal maka perizinannya dikeluarkan Bupati Kotabaru, jika regional izinnya dikeluarkan Gubernur Kalimantan Selatan, sedangkan jika internasional perizinannya dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan. Izin lokasi ini sendiri harus dilengkapi dengan beberapa dokumen lainnya seperti AMDAL atau Upaya Kelola Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL). Setelah izin lokasi dipenuhi, pengelola harus memiliki izin pembangunan. Terakhir adalah izin operasional yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan. Jika perusahaan yang memiliki pelsus namun tidak mengantongi izin operasional, maka secara hukum pelsus tersebut dapat dikatakan tidak resmi.
Keadaan supply dan demand
Produksi batubara dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Data dari Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI) menyebutkan hingga akhir 2007, total produksi batubara nasional mencapai 207,5 ton atau meningkat 7,5% dibanding 2006. Pada 2008, produksi batubara diperkirakan bertambah sekitar 20 juta ton.
Produksi batubara diperkirakan terus bertambah karena dari segi ekonomis, biaya batubara sebagai bahan bakar pembangkit listrik lebih hemat dibandingkan bahan bakar minyak (BBM). Biaya pembelian batubara hanya 10% dari biaya bahan bakar pembangkit listrik jika dibandingkan dengan biaya pembelian BBM yang mencapai 81%. Kondisi ini mendorong industri yang selama ini berbahan bakar BBM untuk beralih menggunakan batubara.
Adanya rencana pembangunan PLTU dengan total kapasitas 10.000 MW. Dalam perhitungan APBI, jika semua proyek PLTU sudah beroperasi maka konsimsi batubara domestik akan mencapai 90 juta ton atau naik 40 juta ton dari kebutuhan yang ada saat ini.
APBI memperkirakan kebutuhan batubara dunia akan terus meningkat karena beberapa negara seperti Jepang, India, Taiwan, Korea Selatan dan Hong Kong membutuhkan bahan baku energi cukup besar padahal negara-negara tersebut tidak memiliki sumber daya alam yang memadai.
Konsumsi batubara domestik oleh industri semen, keramik, pulp & kertas, besi & baja terus meningkat dari tahun ke tahun.
Kapasitas dermaga atau pelabuhan batubara nasional pada 2002 adalah 767.000 DWT (termasuk Tanjung Barat, Utara dan Selatan Pulau Laut yang masih dalam tahap pembangunan). Apabila produksi batubara ditujukan untuk keperluan domestik, kapasitas pelabuhan tersebut mendekati kebutuhan batubara dalam sehari untuk pembangkit listrik dan sebagai final use pada tahun 2021 (www.bappebti.go.id). Artinya, di tahun 2021 batubara yang tertimbun di pelabuhan akan habis terangkut untuk menyuplai konsumen dalam sehari. Hal ini riskan karena stockpile batubara yang harus tersedia di konsumen minimal mampu untuk memenuhi kebutuhan batubara selama 7 (tujuh) hari operasi. Oleh karena itu, kapasitas pelabuhan perlu ditingkatkan berturut-turut menjadi 1,4 juta DWT, 2,2 juta DWT, 3,4 juta DWT dan 5,3 juta DWT masing-masing pada tahun 2006, 2011, 2016 dan 2021. Begitu pula dengan sarana transportasi batubara, perlu ditingkatkan seiring dengan kenaikan konsumsi batubara.
Pola angkutan batubara yang berkembang di Kalimantan adalah (i) dari mulut tambang menggunakan menggunakan truk/conveyor ke pelabuhan muat di tepi pantai, (ii) dari mulut tambang ke penampungan (stockpile) di tepi sungai, kemudian diangkut dengan tongkang/barge dan kapal tug ke pelabuhan muat di tepi sungai/pantai/tengah laut (Tinjauan terhadap Infrastruktur Transporrtasi Batubara di Kalimantan, Edisi 03/Th.XI/Maret-Juni 2006). Dari pelabuhan batubara dikirim ke tujuan ekspor dengan kapal samudra. Terdapat pula tongkang yang mengangkut batubara dari pelabuhan tepi sungai/stockpile langsung menuju pasar domestik.
Kondisi persaingan
Peta Infrastruktur Pelabuhan Batubara, Sumber: Departemen ESDM (2008).
Terdapat 64 pelabuhan khusus batubara yang tersebar di Kalimantan Selatan (www.banjarmasinpost.co.id tgl.06-01-2008). Pemerintah Provinsi Kalsel menyanggupi menyelesaikan jalur khusus batubara dan tiga pelabuhan khusus batubara dalam 1,5 tahun.
Menurut Ketua Tim Penanggulangan PETI dan Penebangan Liar Kota Baru yang juga Wakil Ketua DPRD Kota Baru, Usman Pahero mengatakan di Kota Baru tercatat sekurangnya 23 pelabuhan ilegal dan 38 lokasi penumpukan batu bara (stock pile) ilegal.
Substitusi
Jaringan distribusi memegang peranan penting dalam kelancaran suplai batubara dari sumber ke konsumen. Jaringan distribusi batubara terbentang mulai dari tambang ke pelabuhan dengan menggunakan truk dan / atau kereta api, dermaga atau pelabuhan penerima (loading), barge dan vessel, pelabuhan bongkar (unloading) dan truk/kereta api untuk industri yang jauh dari pesisir pantai (www.bappebti.go.id).
Secara logistik, kekuatan pengangkutan batubara Indonesia berada pada pola angkutan sungai yang memang hingga saat ini merupakan moda yang lebih kompetitif dibandingkan dengan pola kereta api (rail) ke pelabuhan angkut seperti yang dilakukan di Australia, Afrika Selatan, dan Kolombia. Biaya angkut dengan menggunakan tongkang sekitar US$ 0,015 per ton-km, sementara dengan menggunakan kereta-api minimal sekitar US$ 0,3-0,4 per ton-km (www.sinarharapan.co.id tgl.03-05-2007)
7. Rencana Break Even Point Bulk Carier
Biaya Tetap | Jumlah | |||
Pengadaan Kapal dan Equipment | US$ 33.000.000 | |||
Biaya Tidak Tetap (per tahun) | Jumlah | |||
Gaji ABK | US$ 100.000 | |||
Annual Survey | US$ 300.000 | |||
Bahan Bakar | US$ 100.000 | |||
Akomodasi | US$ 500.000 | |||
Biaya Pelabuhan dan Bongkar Muat | US$ 100.000 | |||
Total Biaya Tidak Tetap | US$ 1.100.000 | |||
Total Biaya dalam 4 tahun | US$ 37.400.000 | |||
Perkiraan Pemasukan | Jumlah | |||
Tahun 1 | US$ 10.000.000 | |||
Tahun 2 | US$ 12.000.000 | |||
Tahun 3 | US$ 11.000.000 | |||
Tahun 4 | US$ 12.000.000 | |||
Total Pemasukan | US$ 45.000.000 | |||
BEP | = US$37400000 / US$45.000.000 | |||
= 0,83 | Tahun | |||
= 10 | Bulan |
Mau tanya Apakah Perusahaan Pelayaran dalam keagenan crew supply dan ship manager itu diwajibkan membuat dokumen amdal atau ukl-upl ?
BalasHapusApakah Perusahaan Pelayaran dalam keagenan crew supply dan ship manager diwajibkan untuk mempunyai amdal dan UKL-UPL ?
BalasHapus