Sebelum tanggal 7 mei 2008 Pelindo (Pelabuhan Indonesia) menjadi satu satunya badan yang menangani dan mengurusi masalah pelabuhan secara monopoli, meliputi hak sebagai badan regular (pembuat aturan dan kebijakan), fasilitator ( pemberi fasilitas insfrastruktur) dan operator (urusan kepelabuhan itu sendiri).
Setelah tanggal 7 mei 2008 setelah lahirnya undang- undang pelayaran walaupun secara real yang ada di lapangan masih belum dijalankan, Pelindo tidak lagi memonopoli ke 3 badan urusan tersebut. Pelindo hanya berperan sebagai opearator, dimana sebagai badan regulator dan fasilitator adalah pemerintah.
Terkait dengan masalah buruknya aturan- aturan mengenai dunia kelautan dalam hal ini pelabuhan, lahirlah yang namanya otorita pelabuhan pada tanggal 3 des 2010. Namun baru 4 pelabuhan utama yang benar2 melaksanakanya. Antara lain tj priuk, belawan, tj perak dan makasar.
Banyak terjadi pungutan liar baik di Adpel (administrator pelabuhan), terminal, hingga pelabuhan itu sendiri. Kapal yang seharusnya dalam urutan lebih awal antri untuk bersandar ke pelabuhan harus tertunda beberapa hari karena adanya pihak kapal lain yang berada di uratan lebih belakang bersekongkol dengan sogokan uang. Mental sdm penting untuk diperbaiki.
Faktor penggerak utama dalam hal ini tentu saja regulator, fasilitator dan operator harus saling mendukung. Regulator harus mampu membuat kebijakan yang matang dan tidak merugikan pihak manapun, fasilitator harus mampu merealisasikan kebijakan yang ada untuk memberikan fasilitas seperti perbaikan mulai dari infrastruktur terminal hingga pelabuhan, memperbanyak crane di pelabuhan terkait kepentingan bongkar muat barang, moda transporatasi darat dimana setidaknya ada jalan tol khusus untuk container- container dari dan masuk pelabuhan, pembersihan kawasan sekitar pelabuhan dari pedagang kaki lima dan ruko- ruko.
Perihal di Indonesia masih belum mempunyai pelabuhan dengan kelas pelabuhan utama seharusnya menjadi koreksi mendalam bagi pemerintah yang menjabat sebagai fasilitator. Kedalam atau draft pelabuhan yang hanya 13 m sedangkan banyak kapal container yang draftnya mencapai 20 m sangat tidak memungkinkan untuk bersandar di pelabuhan kita. Namun setidaknya sekarang ini ramai dibicarakan mengenai relokasi pelabuhan di daerah karawang cukup memberikan harapan. Dengan adanya rencana relokasi pelabuhan ke daerah karawang semoga akan segera terlaksana dan berdampak baik untuk dunia maritime Indonesia.
CY (continer yard) diperluas sehingga memudahkan dalam proses bongkar muatnya cargo turun dari kapal yang kemudian dari situ barang di bawa ke warehouse(gudang) untuk penyimpanan barang.
Peralatan penunjang pelabuhan seperti crane juga hendaknya ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya. Dengan minimnya/kurangnya peralatan bongkar muat kapal maka akan terjadi keterlambatan jadwal bongkar muat barang yang akan sangat merugikan pihak owner maupun pemilik cargo.
Pesanan Kargo yang melimpah juga menjadi factor penting untuk terwujudnya efisiensi logistic, karena dengan banyaknya muatan setidaknya layak untuk membiayai pajak pelabuhan, pajak terminal, pajak tambahan, atau pungutan liar jika ada.
Dibandingkan dengan kapal dengan muatan yang tidak maksimal maka sangat rugi bagi pemilik atau penyewa kapal, dimana biaya logistic dan bahan bakar tetap sama.
Yang terakhir adalah SDM yang baik dan berakhlak. Hal itu tentu menjadi peran penting terhadap efisiensi biaya logistic, karena dengan SDM yang baik akan membangun manejemen yang prosfesional, tidak ada kecurangan pajak dan adanya monopoli ataupun persengkongkolan bisnis.
Jadi dapat disimpulkan domain utama masalah reputasi pelabuhan yaitu meliputi :
1. Masalah moda transportasi darat (Fasilitas)
Jalan- jalan disekitar pelabuhan harus dalam keadaan bagus, dan lebar. Hendaknya ada jalur khusus untuk kendaraan besar seperti tronton yang membawa container agar memudahkan mobilisasi dan kelancaran pengiriman barang ke tempat tujuan. Yang bertanggung jawab terhadap kondisi infrastruktur khususnya jalan dan fasilitas transportasi pendukung lainya adalah pihak pemerintah yaitu pekerjaan umum (PU).
2. Minimnya area pelabuhan ( Fasilitas)
Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan melakukan perluasan pelabuhan. Ada dua macam perluasan pelabuhan yang dapat di laksanakan, yaitu dengan memperluas kawasan pelabuhan menjorok ke darat atau dengan memperluas pelabuhan menjorok ke arah laut itu disebut dengan istilah reklamasi. Kabar terakhir seputar relokasi pelabuhan mengarah ke daerah karawang yang memungkinkan untuk ekspansi pelabuhan yang lebih besar.
( kecilnya area pelabuhan atau orang awam sering mengatakan pelabuhan itu terlampau kecil sehingga kapal kontainerku tidak cukup luas untuk bersandar disitu, padahal jika saja pelabuhan itu besar dan mampu menyandarkan kapal ku,..)
3. Pungutan liar (Regulasi)
Masalah ini bersumber dari SDM yang bersangkutan. Adanya pungutan liar berlabelkan pajak- pajak yang tidak legal memberikan citra buruk terhadap reputasi pelabuhan di mata tamu pelabuhan ( owner atau penyewa kapal). Masalah ini sangat sulit di selesaikan karena terkait individu yang sulit untuk dikontrol satu persatu. Dan kejelasan hukuman sanksi atas praktek pungutan liar tersebut masih sulit di realisasikan. Banyak oknum baik dari ADPEL hingga pelabuhan terang- terangan melakukan praktek pungli. Dalam hal ini pemerintah haruslah tegas mengatasi masalah serius ini, karena jika praktek pungli ini terus berjalan maka mimpi membawa kejayaan industry maritim Indonesia tidak akan pernah tercapai. Dengan adanya Electronic Data Interchange (EDI) sebagai fasilitas Posrtal Online untuk kegiatan administrasi seperti perpajakan dll.
4. Masalah tambahan (Regulasi)
Banyaknya pedagang asongan dan ruko- ruko disekitar kawasan pelabuhan membuat kondisi pelabuhan menjadi kumuh dan menggangu proses mobilisasi kendaraan bongkar muat barang. Dengan adanya masalah ini PBB pada tahun 2004 mengeluarkan kebijakan ISPF yang isinya melarang pedagang asongan untuk beroperasi di kawasan pelabuhan. Harusnya Indonesia yang masuk dalam keanggotaan PBB wajib melaksanakan peraturan yang dibuat oleh PBB. Namun dalam prakteknya sangat sulit untuk dilaksanakan.
5. Pengurangan hak pelabuhan yang boleh melakukan ekspor impor barang(Regulasi)
Karena faktanya di Indonesia sendiri terdapat 180 pelabuhan dengan membawa hak untuk melakukan aktivitas ekspor impor barang lewat pelabuhan. Sehingga sangat mungkin sekali berbagai macam penyelundupan barang illegal dapat dengan mudah masuk ke Indonesia.
6. Masalah keamanan (savety) yaitu mencangkup kondisi keaman Negara apakah sedang dalam kondisi peperangan atau bencana, dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
beri komentar